Rabu, 25 Juli 2012

Simon Dan Taufik Berlaga di Olympic London 2012


London - Undian nomor tunggal putra bulutangkis Olimpiade 2012 tak menguntungkan pemain-pemain Indonesia. Kalau bisa lolos ujian pertama, Simon Santoso dan Taufik Hidayat sudah ditunggu Lee Chong Wei dan Lin Dan.

Di nomor tunggal, ada 40 pemain yang ambil bagian. Ke-40 pemain ini terbagi menjadi 16 grup dan masing-masing grup terdiri dari dua atau tiga pemain.

Dari 16 grup itu, hanya pemain yang menjadi juara grup saja yang akan lolos ke babak perdelapanfinal.

Simon masuk Grup B. Unggulan kesembilan ini akan bersaing dengan Michael Lachnsteiner (Austria) dan Raul Must (Estonia).

Kalau bisa melewati dua lawannya itu, Simon kemungkinan besar akan bertemu dengan pemain nomor satu dunia, Lee Chong Wei, di perdelapan final. Chong Wei masuk Grup A bersama wakil Finlandia, Ville Lang.

Sementara itu, Taufik tergabung di Grup O. Di atas kertas, unggulan ke-11 ini tak akan kesulitan untuk melaju karena lawan satu grupnya "cuma" Pablo Abian (Spanyol) dan Petr Koukal (Republik Ceko).

Kalau bisa lolos, Taufik hampir pasti akan bertemu dengan musuh bebuyutannya, Lin Dan. Lin yang masuk Grup P tampaknya akan mudah melewati Scott Evans (Republik Irlandia).

Senin, 23 Juli 2012

Sejarah Bulu Tangkis

 Sejarah BuluTangkis

sejarah bulu tangkis

 

Bulutangkis atau badminton adalah suatu olahraga raket yang dimainkan oleh dua orang (untuk tunggal) atau dua pasangan (untuk ganda) yang berlawanan.
Mirip dengan tenis, bulutangkis dimainkan dengan pemain di satu sisi bertujuan memukul bola permainan ("kok" atau "shuttlecock") melewati net agar jatuh di bidang permainan lawan yang sudah ditentukan. Dia juga harus mencoba mencegah lawannya melakukan hal tersebut kepadanya.
Partai
Ada lima partai yang biasa dimainkan dalam bulutangkis. Mereka adalah:
1. Tunggal putra
2. Tunggal putri
3. Ganda putra
4. Ganda putri
5. Ganda campuran

Sejak 1 Februari 2006, seluruh partai memakai sistem "pemenang dua dari tiga set" (best of three) yang masing-masing diraih dengan mencapai 21 poin secara rally point.
Memainkan bulutangkis
Tiap pemain atau pasangan mengambil posisi pada kedua sisi jaring di atas wilayah persegi panjang yang ditandai di lantai sebagaimana diperlihatkan di diagram.
Tujuan permainan adalah untuk memukul sebuah kok menggunakan raket, melompati jaring ke wilayah di seputar batasan/aras tertanda sebelum pemain atau pasangan lawan bisa memukulnya balik. Untuk setiap kali ini berhasil dilakukan oleh regu yang menyervis, pemain atau pasangan penyervis (peladen) mencetak skor satu poin. Setelah memenangi satu poin, pemain yang sama menyervis kembali, dan terus menyervis sepanjang mereka terus mencetak poin. Apabila regu yang tak menyervis memenangkan reli ini, tiada poin dicetak oleh mereka tetapi ada pergantian penyervis. Dalam permainan ganda, seorang peladen memulai permainan, dan setelah kalah sebuah reli, servis berpindah ke regu lawan. Dari waktu itu ke depannya, kedua pemain pada seregu bergantian menyervis (meladen) sebelum servis kembali berpindah kepada lawan mereka. Pemain di sisi servis tangan kanan selalu memulai servis.

Gelanggang badminton
Tiap-tiap pemain menetapkan di antara dua wilayah servis. Ada wilayah servis untuk tunggal, yakni berlebar 5,18 meter dan panjangnya 13,40 meter. Areal servis untuk ganda berukuran 6,10 meter pada lebarnya dan 11,88 meter panjangnya. Wilayah servis dibagi dua belahan. Di tengah-tengah lapangan berdiri jaring/net, yakni 1,55 meter tingginya. Garis-garis servis pendek berentang 1,98 meter dari jaring. Kotak servis kiri dan kotak servis kanan dipisahkan oleh garis di tengahnya.
Perlengkapan
• Raket: Secara tradisional raket dibuat dari kayu. Kemudian aluminium atau logam ringan lainnya menjadi bahan yang dipilih. Kini, hampir semua raket bulutangkis profesional berkomposisikan komposit serat karbon (plastik bertulang grafit). Serat karbon memiliki kekuatan hebat terhadap perbandingan berat, kaku, dan memberi perpindahan energi kinetik yang hebat. Namun, sejumlah model rendahan masih menggunakan baja atau aluminium untuk sebagian atau keseluruhan raket.
• Kok: Kok adalah bola yang digunakan dalam olahraga bulutangkis, terbuat dari rangkaian bulu angsa yang disusun membentuk kerucut terbuka, dengan pangkal berbentuk setengah bola yang terbuat dari gabus. Dalam latihan atau pertandingan tidak resmi digunakan juga kok dari pelastik.
• Senar: Mungkin salah satu dari bagian yang paling diperhatikan dalam bulutangkis adalah senar nya. Jenis senar berbeda memiliki ciri-ciri tanggap berlainan. Keawetan secara umum bervariasi dengan kinerja. Kebanyakan senar berketebalan 21 ukuran dan diuntai dengan ketegangan 18 sampai 30+ lb. Kesukaan pribadi sang pemain memainkan peran yang kuat dalam seleksi senar.
• Sepatu: Karena percepatan sepanjang lapangan sangatlah penting, para pemain membutuhkan pegangan dengan lantai yang maksimal pada setiap saat. Sepatu bulutangkis membutuhkan sol karet untuk cengkraman yang baik, dinding sisi yang bertulang agar tahan lama selama tarik-menarik, dan teknologi penyebaran goncangan untuk melompat; bulutangkis mengakibatkan agak banyak stres (ketegangan) pada lutut dan pergelangan kaki.
• Net: Bulutangkis tidak akan pernah bisa berjalan tanpa perlengkapan yang satu ini. Net merupakan pembatas antara bidang permainan pemain yang satu dengan yang lain. Tinggi net kurang lebih 152 cm dan sama untuk semua jenis permainan, baik itu tunggal maupun ganda, putri maupun putra.
Sejarah
Olah raga yang dimainkan dengan kok dan raket, kemungkinan berkembang di Mesir kuno sekitar 2000 tahun lalu tetapi juga disebut-sebut di India dan Tiongkok.
Nenek moyang terdininya diperkirakan ialah sebuah permainan Tionghoa, Jianzi yang melibatkan penggunaan kok tetapi tanpa raket. Alih-alih, objeknya dimanipulasi dengan kaki. Objek/misi permainan ini adalah untuk menjaga kok agar tidak menyentuh tanah selama mungkin tanpa menggunakan tangan.
Di Inggris sejak zaman pertengahan permainan anak-anak yang disebut Battledores dan Shuttlecocks sangat populer. Anak-anak pada waktu itu biasanya akan memakai dayung/tongkat (Battledores) dan bersiasat bersama untuk menjaga kok tetap di udara dan mencegahnya dari menyentuh tanah. Ini cukup populer untuk menjadi nuansa harian di jalan-jalan London pada tahun 1854 ketika majalah Punch mempublikasikan kartun untuk ini.
Penduduk Inggris membawa permainan ini ke Jepang, Republik Rakyat China, dan Siam (sekarang Thailand) selagi mereka mengolonisasi Asia. Ini kemudian dengan segera menjadi permainan anak-anak di wilayah setempat mereka.
Olah raga kompetitif bulutangkis diciptakan oleh petugas Tentara Britania di Pune, India pada abad ke-19 saat mereka menambahkan jaring/net dan memainkannya secara bersaingan. Oleh sebab kota Pune dikenal sebelumnya sebagai Poona, permainan tersebut juga dikenali sebagai Poona pada masa itu.
Para tentara membawa permainan itu kembali ke Inggris pada 1850-an. Olah raga ini mendapatkan namanya yang sekarang pada 1860 dalam sebuah pamflet oleh Isaac Spratt, seorang penyalur mainan Inggris, berjudul "Badminton Battledore - a new game" ("Battledore Bulutangkis - sebuah permainan baru"). Ini melukiskan permainan tersebut dimainkan di Gedung Badminton (Badminton House), estat Duke of Beaufort's di Gloucestershire, Inggris.
Rencengan peraturan yang pertama ditulis oleh Klub Badminton Bath pada 1877. Asosiasi Bulutangkis Inggris dibentuk pada 1893 dan kejuaraan internasional pertamanya berunjuk-gigi pertama kali pada 1899 dengan Kejuaraan All England.
Bulutangkis menjadi sebuah olah raga populer di dunia, terutama di wilayah Asia Timur dan Tenggara, yang saat ini mendominasi olah raga ini, dan di negara-negara Skandinavia.
International Badminton Federation (IBF) didirikan pada 1934 dan membukukan Inggris, Irlandia, Skotlandia, Wales, Denmark, Belanda, Kanada, Selandia Baru, dan Prancis sebagai anggota-anggota pelopornya. India bergabung sebagai afiliat pada 1936. Pada IBF Extraordinary General Meeting di Madrid, Spanyol, September 2006, usulan untuk mengubah nama International Badminton Federation menjadi Badminton World Federation (BWF) diterima dengan suara bulat oleh seluruh 206 delegasi yang hadir.
Olah raga ini menjadi olah raga Olimpiade Musim Panas di Olimpiade Barcelona tahun 1992. Indonesia dan Korea Selatan sama-sama memperoleh masing-masing dua medali emas tahun itu.

Kamis, 19 Juli 2012

Sang Maestro Rudy Hartono


Nama              : Rudy Hartono Kurniawan
Lahir                : Surabaya, 18 Agustus 1949
Menikah          : 28 Agustus 1976
Istri                  : Jane Anwar
Anak                : Christoper dan Christine
Prestasi           :
  • Juara tunggal putra All England 8 kali (1968, 1969, 1970, 1971, 1972, 1973, 1974, dan 1976)
  • Runner-Up All England 2 kali (1975, 1978)
  • Juara bersama Tim Indonesia dalam Thomas Cup 4 kali (1970, 1973, 1976 dan 1979)
  • Juara Dunia World Championship, 1980
  • Juara Denmark Open 3 kali (1971, 1972, 1974)
  • Juara Canadian Open 2 kali (1969, 1971)
  • Juara US Open, 1969
  • Juara Japan Open, 1981
  • Ketua Bidang Pembinaan PB PBSI (1981-1985)
Penghargaan   :
  • Asian Heroes, TIME Magazine, 2006
  • Olahragawan terbaik SIWO/PWI (1969 dan 1974)
  • IBF Distinguished Service Award 1985
  • IBF Herbert Scheele Trophy 1986 – penerima pertama
  • Honorary Diploma 1987 dari the International Committee’s “Fair Play” Award
  • Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Jasa Utama
Pria kelahiran 1949 ini pernah diabadikan namanya dalam Guiness Book of World Records pada tahun 1982 karena berhasil membawa Indonesia meraih juara All England delapan kali dan memenangkan Thomas Cup sebanyak empat kali. Rudy Hartono yang juga pernah dinobatkan sebagai salah satu “Asian Heroes” kategori “Athletes & Explorers” versi Majalah Time ini lahir dengan nama Nio Hap Liang. Rudy merupakan anak ketiga dari keluarga Zulkarnaen Kurniawan. Dua kakak Rudy, Freddy Harsono dan Diana Veronica juga pemain olahraga bulutangkis kendati baru pada tingkat daerah.
Masa Kecil
Rudy kecil sangat tertarik mengikuti beragam olahraga di sekolah, terutama atletik. Saat masih SD, ia suka berenang. Di SMP, ia suka bermain bola voli dan SMA, ia menjadi pemain sepakbola yang baik. Meski demikian, bulutangkis menjadi minatnya yang paling besar.
Saat usia 9 tahun, Rudy sudah menunjukkan bakatnya pada olahraga ini. Namun ayahnya, Zulkarnaen Kurniawan, baru menyadari bakatnya ini saat Rudy berusia 11 tahun. Setelah ayahnya menyadari bakat anaknya, maka Rudy kecil mulai dilatih secara sistematik pada Asosiasi Bulu Tangkis Oke dengan pola latihan yang telah ditentukan oleh ayahnya. Sekedar informasi, ayah Rudy juga pernah menjadi pemain bulu tangkis di masa mudanya. Zulkarnain pernah bermain di kompetisi kelas utama di Surabaya. Zulkarnain pertama kalinya bermain untuk Asosiasi Bulu Tangkis Oke yang dia dirikan sendiri pada tahun 1951. Di asosiasi ini ayah Rudy juga melatih para pemain muda. Program kepelatihannya ditekankan pada empat hal utama yaitu: kecepatan, pengaturan nafas yang baik, konsistensi permainan dan sifat agresif dalam menjemput target. Tidak mengherankan banyak program kepelatihannya lebih menekankan pada sisi atletik, seperti lari jarak panjang dan pendek dan juga latihan melompat (high jump).
Saat di Oke, Rudy untuk pertama kali memulai program latihannya yang disusun sedemikan rupa. Sebelumnya Rudy lebih banyak berlatih dengan turun ke jalan. Ia berlatih di jalan-jalan beraspal yang seringkali masih kasar dan penuh kerikil, di depan kantor PLN di Surabaya, yang sebelumnya bernama Jalan Gemblongan.
Awal Karier Profesional
Setelah beberapa lama bergabung dengan grup ayahnya, akhirnya Rudy memutuskan untuk pindah ke grup bulutangkis yang lebih besar yaitu Rajawali Group yang telah banyak menghasilkan pemain bulutangkis dunia. Pada awal bergabung dengan grup ini, Rudy merasa sudah menemukan tempat terbaik dalam mengembangkan kemampuannya dalam bulutangkis. Namun, setelah mendapat masukan dari ayahnya, ia mengakui bahwa jika ingin kemampuan dan kariernya di bulutangkis meningkat maka ia harus pindah ke tempat latihan yang lebih baik. Oleh karena itu, Rudy lantas bergabung dengan Pusat Pelatihan Nasional untuk Thomas Cup di akhir 1965.
Setelah bergabung dengan Pusat Pelatihan Nasional untuk Thomas Cup, kemampuannya meningkat pesat. Ia menjadi bagian dari tim Thomas Cup yang menang pada 1967. Setahun kemudian, di usia 18 tahun ia meraih juara yang pertama di Kejuaraan All England mengalahkan pemain Malaysia Tan Aik Huang dengan skor 15-12 dan 15-9. Ia kemudian menjadi juara di tahun-tahun berikutnya hingga 1974.
Namun, nampaknya kedigdayaannya tidak berlangsung lama. Pada 1975, ia kalah dari Svend Pri. Tetapi, gelar juara All England ia rebut kembali pada 1976. Bersama tim Indonesia, Rudy menjuarai Thomas Cup pada 1970, 1973 dan 1976. Setelah absen selama dua tahun, Rudy tampil kembali pada Kejuaraan Dunia Bulutangkis II di Jakarta, 1980. Semula dimaksudkan sebagai pendamping, ternyata secara mengagumkan Rudy keluar sebagai juara. Berhadapan dengan Liem Swie King di final, pada usia 31 tahun Rudy membuktikan dirinya sebagai maestro yang tangguh.
Stuart Wyatt, presiden dari Asosiasi Bulutangkis Belanda berkata, “Tidak diragukan lagi, Rudy Hartono adalah pemain tunggal terbesar di jamannya. Ia handal dalam segala aspek permainan, kemampuannya, taktiknya, dan semangatnya.” Juara tujuh kali berturut-turut dan yang ke delapan (1968-1976) menjadi bukti akan hal itu.
Rekornya ini merupakah hasil dari kemampuannya yang luar biasa di bidang kecepatan dan kekuatan dalam bermain. Gerakannya nyaris menguasai seluruh area lantai permainan. Ia tahu kapan harus bermain reli atau bermain cepat. Sekali ia melancarkan serangan, lawannya nyaris tidak berkutik. Namanya sudah menjadi jaminan untuk menjadi pemenang, sebab ia hampir tidak pernah kalah. Meski ia sudah mengundurkan diri, banyak orang masih percaya bahwa ia masih bisa menjadi pemenang. Mungkin inilah alasan mengapa orang menjulukinya ‘Wonderboy’.
Doa adalah Kunci Suksesnya
Banyak orang ingin tahu kunci keberhasilannya. Rudi menjawab, “Berdoa” Dengan berdoa, Rudy memperkuat pikiran dan iman. Berdoa tidak hanya sebelum bertanding, tetapi juga selama bertanding. Itu melibatkan kata-kata atau ekspresi yang akan membangkitkan percaya diri dalam hati dan pikiran.
Untuk setiap poin yang ia peroleh selama bertanding, ia ucapkan terima kasih kepada Tuhan, “Terima kasih Tuhan untuk poin ini.” Dia terus berkata seperti itu hingga skor terakhir dan pertandingan berakhir. Ia mengatakan kebiasaannya ini dalam biografinya yang diedit oleh Alois A. Nugroho. Ia percaya bahwa manusia berusaha namun Tuhan yang memutuskan.
“Saya melakukan itu dalam semua pertandingan besar khususnya All England. Bagi saya ini adalah kenyataan. Kita berusaha tetapi Tuhan yang memutuskan. Saya juga percaya bahwa kalau kita kalah memang sudah ditentukan demikian, dan kalau kita menang, itu juga adalah kehendak Tuhan. Kalah adalah hal yang alami, karena sebagai manusia kita semua pernah mengalami kekalahan. Pemahaman ini akan melepaskan stress selama bertanding, mengurangi ketakutan, dan kegusaran, “ kata Rudy menjelaskan.
Kehidupan Pasca Gantung Raket
Rudy tetap terlibat dalam olahraga yang ia tekuni semenjak kecil ini, walau hanya dari pinggir lapangan. Olahragawan terbaik SIWO/PWI (1969 dan 1974) ini menjadi Ketua Bidang Pembinaan PB PBSI dalam kurun waktu 1981-1985 di bawah kepengurusan Ferry Sonneville.
Sejak itu, ia memusatkan perhatian pada pembinaan pemain-pemain yang lebih muda, yang diharapkan dapat menggantikannya. Dari klub yang dipimpinnya, misalnya, lahir Eddy Kurniawan yang, kendati belum berprestasi secara stabil, mampu membunuh raksasa bulu tangkis Cina seperti Zao Jianghua atau Yang Yang. Pemain-pemain belasan tahun seperti Hargiono, Hermawan Susanto. atau Alan Budi Kusuma, juga banyak menerima sentuhan Rudy, untuk bisa tampil dalam kancah pertarungan dunia kelak.
Selain itu, dengan materi yang dimilikinya, ditunjang oleh hubungan yang luas dengan banyak pengusaha, dan hasil kuliahnya di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta, Rudy mengembangkan bisnis. Peternakan sapi perah di daerah Sukabumi adalah awal mulanya ia bergerak dalam bisnis susu. la juga bergerak dalam bisnis alat olahraga dengan mengageni merk Mikasa, Ascot, juga Yonex. Kemudian melalui Havilah Citra Footwear yang didirikan pada 1996, ia mengimpor berbagai macam pakaian olahraga. Selain itu, Rudy pun pernah menjadi pengusaha oli merek Top 1 dan menjadi pemain dalam film “Matinya Seorang Bidadari” pada tahun 1971 bersama Poppy Dharsono.
Berkat nama besarnya di dunia bulutangkis, United Nations Development Programme (UNDP) menunjuk Rudy sebagai duta bangsa untuk Indonesia. UNDP adalah organisasi PBB yang berperang melawan kemiskinan dan berjuang meningkatkan standar hidup, dan mendukung para perempuan. Di mata UNDP, Rudy menjadi sosok terbaik sebagai duta kemanusiaan. Kiprahnya di dunia olahraga dan kerja kerasnya menjadi juara dunia menjadi teladan bagi generasi yang lebih muda. “Ia menjadi teladan,” kata Ravi Rajan, Resident Representative of UNDP in Indonesia (Gatra 8 November 1997).
Kini, Rudy tidak lagi mengayunkan raketnya di udara. Faktor usia dan kesehatan membuat ia tidak bisa melakukannya. Sebab sejak ia menjalani operasi jantung di Australia pada 1988, ia hanya bisa berolahraga dengan berjalan kaki di seputar kediamannya. Walaupun demikian, dedikasinya pada bulutangkis tidak pernah mati.

Mengenal sosok taufik hidayat

Mengenal sosok taufik hidayat

Taufik Hidyat yang berprofesi sebagai atlit bulutangkis kaliber dunia ini mempunyai karir bulutangkis  yang boleh dibilang sangat bersinar.
Bagaimana tidak? Taufik Hidayat mampu meraih piala kejuaraan bulutangkis tingkat dunia untuk negri tercinta ini. Pada Olimpiade Athena 2004 Taufik meraih medali emas dengan mengalahkan Seung Mo Shon dari Korea Selatan di babak final.kemudian pada Agustus 2005 tepatnya tanggal 21 Taufik mampu membuktikan lagi dengan menjadi juara dunia dengan mengalahkan pemain peringkat 1 dunia Lin Dan di Babak Final.

Sehingga sejak itu Taufik menjadi tunggal putra bulutangkis Indonesia pertama pemegang  gelar Kejuaraan Bulutangkis dan Olimpiade pada saat yang bersamaan.
Prestasi lainnya yang mampu diraih adalah sebagai Juara tunggal putra Asean Games (2002 dan 2006). Kemudian juga tampil di Olimpiade Beijing 2008 namun sayang Taufik tunduk melawan Wong Choong Hann di babak kedua.
Putra pasangan Aris Haris dan Enok Dartilah ini juga mampu meraih Enam kali menjuarai Indonesia Terbuka yaitu tahun 1999, 2000, 2002, 2003, 2004 dan 2006. Belum lagi menjuarai pada piala Thomas (2000, 2002, 2004 dan 2006) serta Piala Sudirman (1999, 2001, 2003 dan 2005).
Taufik Hidayat menikahi Ami Gumelar, putri dari Agum Gumelar dan Linda Amalia Sari. dan Mereka telah dikaruniai seorang putri yang cantik bernama Natarina Alika Hidayat pada tanggal 3 Agustus 2007. Kemudian mereka juga dikaruniai seorang putra pada tanggal 11 Juni 2010, yang kemudian diberi nama Nayutama Prawira Hidayat.
Taufik kemudian mundur dari Pelatnas Cipayung pada 30 Januari 2009. Setelah itu ia menjadi pemain bulutangkis profesional. Beberapa waktu lalu ia juga menjalin bisnis dengan Yonex dalam pengadaan alat olahraga.


Golongan : Tunggal Putra
Nama Lengkap : Taufik Hidayat
Tempat Lahir : Bandung
Tanggal Lahir : 10 Agustus 1981
Klub : Sangkuriang Graha Sarana Elektrik Bandungdung
Kota /Kabupaten : Kota Bandung
Propinsi : Jawa Barat

Selasa, 17 Juli 2012

BWF Rangking Atlet Indonesia

Atlit-atlit yang dikirim ke Olimpiade nantinya harus dalam kondisi fit. ‘’Tidak mungkin mengirimkan atlit dengan poin tinggi tapi kondisi cedera,’’ tambah yacob. (*)
Top 100 Peringkat Atlit Indonesia 3 Mei 2012


Tunggal Putra :
9. (9) Simon Santoso
12. (12) Taufik Hidayat
18. (18) Tommy Sugiarto
23. (24) Dionysius Hayom Rumbaka
30. (26) Alamsyah Yunus
48. (52) Andre Kurniawan Tedjono
79. (72) Sony Dwi Kuncoro
Tunggal Putri :
34. (34) Maria Febe Kusumastuti
40. (40) Adriyanti Firdasari
49. (56) Aprillia Yuswandari
53. (47) Lindaweni Fanetri
67. (66) Bellaetrix Manuputty
74. (75) Hera Desi
92. (93) Fransiska Ratnasari
Ganda Putra:
6. (6) Mohammad Ahsan/Bona Septano
9. (10) Markis Kido/Hendra Setiawan
13. (11) Alvent Yulianto Chandra/Hendra Aprida Gunawan
17.(17) Angga Pratama/Ryan Agung Saputra
37. (37) Gideon Markus Fernaldi/Agripinna Prima Rahmanto Putra
51. (50) Ricky Karanda Suwardi/Muhammad Ulinnuha
55. (47) Yohanes Rendy Sugiarto Yohanes/Afiat Yuris Wirawan
56. (56) Andrei Adistia/ Christopher Rusdianto
75. (76) Rahmat Adianto/Berry Anggriawan
94. (94) Rendra Wijaya/Rian Sukmawan
95. (95) Fernando Kurniawan/ Wifqi Windarto
Ganda Putri :
12. (9) Greysia Polii/ Meiliana Jauhari
14. (14) Vita Marissa/ Nadya Melati
17. (17) Anneke Feinya Agustin/Nitya Krishinda Maheswari
36. (36). Della Destiara Haris/ Suci Rizky Andini
48. (48) Imawan Gebby Ristiyani/ Nuraidah Tiara Rosalia
49. (49) Komala Dewi/Jenna Gozali
76. (78) Anggia Shitta Awanda/Shella Devi Aulia
Ganda Campuran :
3. (3) Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir
18. (13) Muhammad Rijal/Debby Susanto
27. (26) Nova Widianto/ Vita Marissa
29. (23) Fran Kurniawan Teng/Pia Zebadiah Bernadeth
38. (37) Irfan Fadhilah/ Weni Anggraini
47. (56) Fran Kurniawan/Shendy Puspa Irawati
77.(77) Ricky Widianto/Shendy Puspa Irawati
80. (82) Putra Eka Rhoma/Aris Budiharti
87. (79) Andhika Anhar/Nurvita Hanadia Keshya
96. (97) Hendra Setiawan/Vita Marissa

Sejarah Susi Susanti


susi

Masa keemasannya yang berlangsung cukup panjang, berpuncak pada juara tunggal putri bulutangkis Olimpiade Barcelona, Spanyol (1992). Dia peraih emas pertama Indonesia di Olimpiade. Ketika itu Alan, pacarnya, juga juara di tunggal putra sehingga media asing menjuluki mereka sebagai “Pengantin Olimpiade”. Predikat pengantin ini rupanya terus melekat, terbukti saat mereka dipercaya menjadi pembawa obor Olimpiade Athena 2004.
Prestasi yang mengharumkan nama bangsa juga diukir oleh Susi dengan meraih sederetan kejuaraan. Dia menjuarai All England empat kali (1990, 1991, 1993, 1994). Sang juara yang punya semangat pantang menyerah ini selalu menjadi ujung tombak tim Piala Sudirman dan Piala Uber. Juga juara dunia (1993) dan puluhan gelar seri grand prix.
Kiprah Susi Susanti di dunia olahraga bulutangkis Indonesia memang luar biasa. Dalam setiap pertandingan, ia menunjukkan sikap tenang bahkan terlihat tanpa emosi di saat-saat angka penentuan. Semangatnya yang pantang menyerah meski angkanya tertinggal jauh dari lawan membuat banyak pendukungnya menaruh percaya bahwa Susi pasti menang.
Berkat kegigihan dan ketekunannya, perempuan kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, 11 Februari 1971 ini turut menyumbang sukses tahun 1989 ketika Piala Sudirman direbut tim Indonesia untuk pertama kalinya dan sampai sekarang belum lagi berulang. Dia pun turut menorehkan sukses saat merebut Piala Uber tahun 1994 dan 1996 setelah piala itu absen lama dari Indonesia.
Semenjak SD, Susi sudah suka bermain bulutangkis. Kebetulan orang tuanya juga sangat mendukung dan memberinya kebebasan untuk menjadi atlit bulutangkis. Setelah menang kejuaraan junior, ia pindah dari Tasikmalaya ke Jakarta. Meski saat itu ia masih duduk di bangku 2 SMP, ia sudah mulai berpikir untuk serius di dunia bulutangkis.
Kegiatan Susi berbeda dengan remaja lain karena ia tinggal di asrama dan bersekolah di sekolah khusus untuk atlit. Ia mengaku menjadi kuper karena hanya berteman dengan sesama atlit. Bahkan pacaran pun dengan atlit.
Sebagai atlit, jadwal latihannya sangat padat. Enam hari dalam seminggu, Senin – Sabtu dari jam 7 sampai jam 11 pagi, lalu disambung lagi jam 3 sore sampai jam 7 malam. Makan, jam tidur, dan pakaian juga ada aturannya tersendiri. Ia tidak diperbolehkan memakai sepatu dengan hak tinggi agar kakinya terhindar dari kemungkinan keseleo. Jalan-jalan ke mal pun hanya bisa dilakukannya pada hari Minggu. Itu pun jarang karena ia sudah terlalu capek latihan.
Memang tidak ada pilihan lain, ia harus disiplin dan berkonsentrasi untuk menjadi juara. Ia akhirnya menyadari bahwa untuk meraih prestasi memang perlu perjuangan dan pengorbanan. “Kalau mau santai dan senang-senang terus, mana mungkin cita-cita saya untuk jadi juara bulutangkis tercapai? Sekarang rasanya puas banget melihat pengorbanan saya ada hasilnya. Ternyata benar juga kata pepatah: Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian,” kata Susi mengenang.
Ketika masih menjadi pemain, Susi berusaha menjadikan dirinya sebagai contoh bagi para pemain lainnya. Ia sangat berdisiplin dengan waktu saat berlatih atau di luar latihan. Sementara di lapangan ia memperlihatkan semangat pantang menyerah sebelum pertandingan berakhir. “Saya hanya berharap teman-teman pemain mengikuti yang baik-baik dari saya,” kata Susi.
Nyatanya, cara ini tidak melulu berhasil. Sepeninggal Susi (dan Mia Audina), sektor putri bulutangkis Indonesia mandek. Piala Uber semakin jauh dan puncaknya, tidak satu pun pemain tunggal puteri Indonesia lolos ke Olimpiade Athena 2004.
Susi yang telah mundur mengakui merosotnya prestasi karena memang kekurangan bibit pemain unggul. “Kita bisa saja memberi prasayarat pemain untuk berhasil, tetapi kalau bibitnya tidak ada bagaimana?” Susi melihat popularitas bulutangkis semakin merosot sementara proses seleksi melalui kejuaraan antarklub dan daerah semakin sedikit.
susi_susanti 


. .
Merasa Sedih
Susi merasa sedih karena olahraga bulutangkis tidak lagi dipandang antusias oleh masyarakat. Ia mengingat betapa antusiasnya masyarakat menyambut kejuaraan bulutangkis seperti All England. Susi melihat hal ini disebabkan karena perhatian anak-anak muda masa kini lebih ke hiburan. Belum lagi maraknya kasus penyalahgunaan obat terlarang, seperti shabu dan narkotika. Masyarakat juga lebih banyak membaca, mendengar, menyaksikan berita kekalahan pebulutangkis Indonesia lewat media massa.
Itu tentu berbeda dengan era Tan Joe Hok cs, Liem Swie King, hingga Ardy B Wiranata cs yang banjir mahkota juara.
Keadaan semakin rumit karena orang takut serius terjun di dunia olahraga Indonesia karena tidak jelasnya jaminan akan masa depan. Susi sendiri sudah berniat tidak akan mengijinkan anaknya terjun ke dunia olahraga mengingat pengalamannya dulu. Ia melihat banyak rekannya yang pernah menjadi juara SEA Games, Asian Games, namun hidupnya terkatung-katung.
Selain itu, menjadi atlet olahraga membutuhkan banyak resiko misalnya sekolah yang terhenti, padahal olahraga yang ditekuni tidak mendapat perhatian dan dukungan dari pemerintah. Susi sendiri terpaksa mengorbankan sekolah (hanya sampai SMA). Ia pun menghadapi banyak halangan sebab ada pihak-pihak dari organisasi yang tidak menyukainya. Meski ia berprestasi namun kemudian berhenti, dari situlah ia mendapat pengalaman bahwa bulutangkis belum bisa menjamin masa depannya.
Ia berharap bagi para atet berprestasi yang sudah tidak bermain diberikan dana pensiun yang memadai. Ia khawatir kalau persoalan masa depan atlet belum terpecahkan atau tidak ada jaminan dari pemerintah, bibit-bibit potensial atlet akan sulit ditemukan karena mereka akan memilih jalur pendidikan. “Saya harap PBSI dan KONI memerhatikan persoalan ini. Kalau ini dibiarkan terus, hasilnya akan seperti sekarang ini,” ujarnya.
Ia menyesalkan masalah pembinaan yang membuat olahraga semakin terpuruk. Selama ini, hanya kesadaran dari
keluarga masing-masing yang ingin anaknya menjadi pemain bukan karena pemerintah ingin memajukan olahraga. Pemerintah dan PBSI hanya menunggu, bukan membina dari daerah, memantau, mencari yang berbakat, baru diambil. Mereka hanya terima jadi saja. Ia beranggapan, semua orangtua saat ini akan seratus kali berpikir untuk membiarkan anaknya menjadi atlet.
Susi mengaku mempunyai pengalaman yang mengecewakan terutama dalam organisasi. Ketika ia dan Alan berprestasi, ada pihak-pihak tertentu yang tidak senang. Mereka berusaha membagi bonus kepada Susi dan Alan dengan asumsi mereka berdua dianggap satu orang. Hal ini menunjukkan sikap tidak profesional pemerintah maupun PBSI yang mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu.
Dari segi organisasi internal, Susi berharap agar orang-orang yang terlibat di PBSI (Persatuan Bulutangkis seluruh Indonesia) adalah orang yang benar-benar ingin memajukan perbulutangkisan, bukan untuk kepentingan pribadi.
Melihat keadaan dunia olahraga yang belum menjanjikan bagi para atlit, Susi belajar dari pengalaman kakak-kakak seniornya. Susi belajar me-manage keuangannya. Saat ia meraih berbagai prestasi dan hadiah seperti bonus, ia usahakan untuk diinvestasikan ke dalam bentuk tanah, rumah atau tabungan. Ia tahu bahwa prestasi olahragawan itu singkat dan tidak selamanya berada di atas.
Kedua orang tuanya pun sering berpesan agar ia tidak sombong dan hidup sederhana. Susi juga banyak mendapat masukan dari Ir. Ciputra, seorang pengusaha sukses yang dulu merupakan pimpinannya di Klub Bulutangkis Jaya Raya, agar mempergunakan waktu sebaik mungkin dan giat berprestasi sebisa mungkin.
susi-alan
Mulai dari Nol
Ketika berhenti dari dunia bulutangkis, Susi harus memulai dari nol lagi. Meski ada modal dari pendapatan saat aktif di bulutangkis, Susi masih harus belajar dan bersabar mencari usaha apa yang akan ia jalankan. Suaminya, Alan Budikusuma, berulang kali mencoba berbagai jalan untuk menghidupi keluarga mulai dari jual beli mobil, dibantu menjadi rekanan di sebuah instansi, belajar menjadi agen Gozen (alat olahraga bikinan Malaysia) dan menjadi pelatih di Pelatnas. Itu semua menjadi bukti bahwa bahwa setelah tidak berprestasi, mereka berdua harus memulai lagi dari nol.
Untunglah, Susi dan Alan mendapat dukungan dari orang-orang yang terdekatnya. Sedikit demi sedikit mereka belajar menimba pengalaman dan pengetahuan. Baru sekitar satu setengah tahun, mereka bisa berdiri sendiri dan mempunyai keyakinan membuat usaha sendiri.
Sebagai ibu rumah tangga yang mengasuh tiga orang anak, anak pertama perempuan bernama Lourencia Averina, sedangkan yang kedua dan ketiga adalah lelaki; Albertus Edward dan Sebastianus Frederick, Susi juga ingin ikut membantu keluarga. Bila anak-anaknya sekolah, ia ingin mempunyai kesibukan tetapi tidak menyita waktu untuk keluarga.
Oleh karena itu, ia membuka toko di ITC Mega Grosir Cempaka Mas dengan nama D&V dari nama kedua anaknya, Edward dan Verin. Ia menjual baju-baju dari Cina, Hongkong, dan Korea, dan sebagian produk lokal.
Sebagai mantan atlit bulutangkis, peraih penghargaan tertinggi bulutangkis dari International Badminton Federation (IBF) ‘Hall of Fame’ 2004 ini tetap peduli dengan dunia yang pernah membesarkannya ini. Bersama suaminya, Alan Budi Kusuma – peraih medali emas Olimpiade 1992 pula – ia mendirikan Olympic Badminton Hall di Kelapa Gading. Di gedung pusat pelatihan bulutangkis ini, Susi berharap akan muncul bibit pemain yang akan mengembalikan kejayaan bulutangkis Indonesia.
Selain itu, pada pertengahan tahun 2002, Susi dan Alan membuat raket dengan merek sendiri yaitu Astec, Alan-Susi Technology. Meski pabriknya ada di Taiwan, tetapi senar yang digunakan adalah senar Jepang. Cara pembuatan dan sebagainya, dikontrol oleh mereka sendiri. Pada awalnya mereka mencoba produknya ke teman-teman mereka untuk mencari tahu produk mana yang paling bisa diterima. Baru setelah itu, produk dipasarkan.
Saat yang tak terlupakan bagi Susi adalah saat ia berhasil menyumbangkan emas Olimpiade yang pertama bagi Indonesia di Barcelona (Olimpiade Barcelona 1992) bersama Alan Budikusuma yang juga mendapatkan emas. Sedangkan yang paling mengesalkan baginya adalah saat ia kalah hanya satu poin dari Sarwendah (Kusumawardhani) di final Piala Dunia di Jakarta.
Kini pasangan yang menikah pada 9 Februari 1997 ini tinggal di rumah mereka nan tenang di Gading Kirana Timur I Blok B2 No. 28, Komplek Gading Kirana, Jakarta Utara. Di komplek perumahan ini Susi dan Alan masih rutin main bulutangkis. ► e-ti/atur
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
susi-manager
Langganan Juara setelah Tangan Dipegang Nenek Misterius
Turnamen bulutangkis All England meninggalkan kesan mendalam bagi Susi Susanti. Bagi peraih emas tunggal wanita Olimpiade Barcelona itu, All England sangat berarti dalam perjalanan karirnya.
Karir bulutangkis Susi Susanti berhenti sejak 1997, bertepatan dengan kehamilan anak pertama. Nama Susi kembali beredar setelah PB PBSI menunjuknya menjadi manajer Tim Uber Indonesia.
Semasa menjadi pemain, sosok Susi sangat melegenda di peta persaingan tunggal wanita. Seabrek gelar dikoleksi istri Alan Budikusuma tersebut. Di turnamen All England, Susi empat kali tampil di podium juara tungal wanita edisi 1990, 1991, 1993, dan 1994.
”Dalam dua tahun pertama keikutsertaan saya di All England, ada kisah yang tak bisa dilupakan hingga saat ini,” kenang ibu tiga anak itu.
Pada 1988, kali pertama Susi mengikuti All England. Sayang, dalam kiprah perdana di turnamen bulutangkis tertua tersebut, dia belum berhasil menuai gelar juara. ”Saya sedih dan menangis waktu itu. Lantas, saya lari ke gereja terdekat yang kebetulan sedang menggelar komuni,” beber wanita kelahiran Tasikmalaya, 11 Februari 1971 tersebut.
Biasanya dalam acara tersebut, masing-masing pendoa, termasuk Susi, hanya dijatah satu roti dari pendeta yang memimpin komuni. Namun, entah kenapa Susi mendapatkan dua roti sekaligus. ”Saya juga kaget, biasanya hanya diberi satu-satu. Tetapi, kok waktu itu saya dapat dua. Kalau sudah menerima, harus dimakan, tidak boleh dikembalikan,” tutur pencetak enam kali juara final Grand Prix itu.
Tak dinyana, setahun kemudian, Susi kembali lagi ke All England. Meski belum menuai predikat juara, Susi mampu melaju ke final dan dikandaskan andalan Tiongkok Li Lingwei. Nah, pada 1989 itu, Susi memiliki cerita menarik. Dia bertemu dengan wanita lanjut usia sesaat setelah kontingen Indonesia tiba di London.
Kala itu, pertandingan masih dihelat di Wembley Arena, London. ”Kebetulan, kami bertiga, Koh Tong (Tong Sin Fu, pelatih Indonesia), Sarwendah, dan saya cari makan di McDonald’s yang lokasinya dekat dengan hotel,” ucap Susi memulai cerita.
Rasa lapar sangat mengganggu karena cuaca bersalju dan dingin sekali. Usai makan dan kembali ke hotel, mereka dicegat seorang nenek yang menanti belas kasihan di pinggir jalan. Tong pun meminta anak asuhnya itu untuk memberikan uang receh kepada nenek tersebut. Namun, nenek itu tak mau menerima lebih dari 1 pounsdterling.
”Saya ingin sekali memberinya 5 pounsdterling. Dia nggak mau terima. Eh, tangan saya dipegang. Saya kaget dan ada rasa takut juga. Kok, nenek itu tangannya hangat, padahal salju mulai turun dan dingin sekali,” bebernya.
Rasa kaget itu membuat Susi lebih ingin memperhatikan raut muka sang nenek. Dia tak peduli meski rekan-rekannya telah meninggalkannya dan kembali ke hotel. Entah kenapa, Susi ingin meneteskan air mata karena terharu. Dia pun berlari ke hotel untuk mencari Alan Budikusuma yang sudah menjadi kekasihnya selama dua tahun.
Dengan tersengal-sengal, Susi menyampaikan keinginan agar Alan mau mendatangi nenek misterius tersebut dan memberikan lebih banyak uang. Sayang, usaha Alan sia-sia. Sesampainya di tempat itu, Alan tak lagi menemukan nenek tersebut. ”Mungkin orang lain menganggap itu hal biasa. Tetapi setelah itu, tangan saya benar-benar membuahkan prestasi,” akunya.
Semua itu, lanjut dia, berkah sang pencipta yang memberikan kekuatan kepadanya untuk menorehkan sejarah indah bagi Indonesia. Kenangan di lapangan tentu lebih indah. ”Wembley Arena sangat megah. Penontonnya sangat santun dalam memberikan support,” ujarnya.
Sayang, setelah penampilan terakhirnya di All England pada 1997, Susi tak lagi sempat menengok turnamen tertua itu. ”Sudah kenyang dulu ke sana, sekarang membayangkan naik pesawatnya saja sudah malas,” katanya. (aww)

Senin, 16 Juli 2012

Biodata maria kristin yulianti


Kemana pemain tunggal putri indonesia kini berada ( Maria Kristin Yulianti ) ? Mungkin itu yang di tanya tanya kan oleh seluruh warga indonesia khusus nya pecinta bulu tangkis. Mari kristin merupakan pemain tunggal putri yang di miliki indonesia dimana pemain yang satu ini salah satu pemain TOP dunia yang di miliki indonesi dan berikut profil mengenai pemain tunggal putri indonesia " Maria kristin Yulianti "

Nama Lengkap : Maria Kristin Yulianti
Alias : The Queen of Three Games
Kategori : Olahragawan
Agama : Kristen
Tempat Lahir : Tuban, Jawa Timur
Tanggal Lahir : Selasa, 25 Juni 1985
Zodiac : Cancer
Hobby : Membaca | Belanja
Warga Negara : Indonesia
Ayah : Yuli Purnomo
Ibu : Herbiati

Biografi

Maria Kristin Yulianti adalah pemain bulu tangkis tunggal putri Indonesia. Ia telah aktif sebagai pemain bulu tangkis nasional Indonesia sejak tahun 2004.
Maria awalnya membenci bulu tangkis, namun karena motivasi dari sang ayah, ia pun mulai menyukai bulu tangkis dan dapat menjadi Juara Porseni di Tuban. Sempat ditolak oleh PB Djarum, Kristin tidak menyerah. Tahun berikutnya ia pun berhasil masuk di PB Djarum dan mengikuti final turnamen nasional, sehingga membuatnya dilirik oleh PBSI dan ditarik masuk ke Pelatnas Cipayung.
Di tahun 2007, nama pemain bulu tangkis asal Tuban ini semakin naik karena mengalahkan Adriyanti Firdasari di Final Women�s Single SEA Games 2007 dan mengantarkan Indonesia menjadi Peraih Medali Emas Beregu Putri SEA Games 2007. Piala Thomas dan Uber 2008 yang digelar di Jakarta juga menjadi berkah dimana Kristin dapat menorehkan prestasi besar dengan menjadi Runner Up setelah bertahun-tahun Indonesia gagal, bahkan tahun 2006 gagal lolos ke putaran final.
Prestasi paling besar yang pernah diraih Kristin adalah perolehan medali perunggu pada Olimpiade Beijing 2008. Akan tetapi, kini Maria tak mungkin lagi mengulang suksesnya seperti olimpiade lalu. Cedera yang berkepanjangan membuat prestasinya merosot dan kini kembali ke klubnya PB Djarum selepas dari Pelatnas Cipayung. Legenda bulutangkis Susi Susanti menyayangkan keputusan PBSI, dimana bukannya memberikan solusi dan motivasi kepada Maria tetapi malah mengeluarkannya dari Pelatnas.
Saat ini Maria tengah fokus untuk pemulihan cedera dan kembali berlatih di klub PB Djarum karena mengalami degradasi dan ada yang mengundurkan diri.

Penghargaan yang di raih

2006: Juara Cheers Asian Satellite 2006, Perempat final Big Boss Dutch Open 2006
2007: Perempat final Djarum Indonesia Open Super Series 2007, Juara tunggal putri SEA Games 2007 mengalahkan Adrianti Firdasari, Juara beregu putri SEA Games 2007 mengalahkan tim Singapura
2008: Runner-Up Uber Cup di Jakarta, dikalahkan tim Uber Cup Cina, Runner-Up Indonesia Open dikalahkan Zhu Lin dari Cina, Semi Final (Peraih Perunggu) Olimpiade Beijing mengalahkan Lu Lan dari Cina, Perempat final Yonex German Open 2008, Perempat final Yonex Japan Super Series 2008, Perempat final Chinese Taipei Grand Prix Gold, Perempat final French Super Series 2008
2009: Semi Final Sudirman Cup di Guangzhou, Cina
2010: Perempat final Djarum Indonesia Open Super Series 2010, Perempat final Vetanam Grand Prix 2010
2011: Runner-up White Nights 2011